Mungkin belum banyak yang tahu betapa dahsyatnya efek gas metana bagi pemanasan global. Studi membuktikan, gas metana meningkatkan suhu bumi 21 kali lebih cepat dibandingkan CO2. Fenomena ini tidak lepas dari perhatian ahli teknologi lingkungan, yang kemudian menciptakan “Methane Capture.”
Dalam rangka meningkatkan pemahaman mengenai teknologi tersebut, Kementrian Lingkungan Hidup Indonesia bekerjasama dengan WWF-Indonesia, Kamis (28/05/2009) menggelar seminar dengan tajuk “Bedah Teknis Klaim Kinerja Teknologi Lingkungan Methane Capture” di Hotel Century, Jakarta Pusat.
Ketiga pembicara tersebut memaparkan perangkat masing-masing yang mampu mengelola gas metana yang dihasilkan sampah serta limbah industri mereka menjadi pembangkit tenaga listrik dalam skala besar maupun bahan bakar boiler (berfungsi sebagai pengganti residu). PT Gikoko dan Navigats Organic Indonesia misalnya memfokuskan pada pengelolaan sampah di sejumlah TPA. Tumpukan sampah dipasangi pipa yang berfungsi untuk menyerap CH4 atau metana yang dihasilkan. Kedua teknokrat lingkungan tersebut juga tidak melupakan sistem kontrol dan keamanan sistem tersebut. Hal ini untuk menghindari agar gas metana tidak lepas ke udara dan mencegah terjadinya ledakan.
Berbeda dengan kedua perusahaan sebelumnya, PT Indo Acidatama memaparkan pemanfaatan limbah industri perusahaan baik berupa limbah cair, gas, maupun padat menjadi bahan bakar boiler menggantikan residu.
Selain menghadirkan tiga pembicara, empat ahli lingkungan didaulat untuk menjadi pembahas. Mereka adalah Tri Bangun Laksono dari Kementrian Lingkungan Hidup (KLH), Enri Damanhuri dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Irhan Febiyanto dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), dan Kati Andrani dari Departemen Pekerjaan Umum (PU).Direktur Program Iklim dan Energi WWF-Indonesia, Fitrian Ardiansyah, yang hadir dalam seminar tersebut berkomentar, pengelolaan sampah dengan metode “methane capture” merupakan awal yang baik untuk menanggulangi perubahan iklim dari sumber utamanya yaitu sampah. “Ini saatnya kita melihat sampah bukan hanya sebagai sumber masalah, tapi juga dapat dijadikan sumber daya terbarukan, yang dalam hal ini adalah listrik,” tambah Fitrian.
Sementara Deputi Bidang Pembinaan Sarana Teknis dan Peningkatan Kapasitas Pembangunan (Deputi VII) KLH RI, Sudariyono berharap agar seminar berupa pembedahan teknologi lingkungan methane capture tersebut dapat menjadi embrio bagi terwujudnya sistem dan mekanisme verifikasi teknologi di Indonesia.
Sumber : WWF-Indonesia/Saipul Siagian