Minggu, 27 Januari 2013

Penyakit ketinggian


Penyakit ketinggian atau penyakit yang umumnya menyerang para pendaki di atas gunung atau juga bisa di sebut Acute Mountain Sickness, adalah suatu hambatan dalam pendakian gunung tinggi, berbagai penyakit yang bisa di jumpai kala mendaki tingginya gunung layak untuk diketahui, agar pendakian relatif aman dan terjaga dengan pengetahuan. Banyak yang akhirnya tak kembali pulang dengan selamat setelah mengalami aneka penyakit di gunung yang bisa tiba – tiba datang tanpa di rencanakan. Tetapi bisa di antisipasi dengan berlebihnya pengetahuan tentang Acute Mountain Sickness ( AMS ) berikut ini.

HIGH ALTITUDE

Di ketinggian kita akan mengalami penurunan tekanan barometrik ( tekanan udara ). Oksigen menyumbang sekitar 21 % terhadap tekanan ini, artinya semakin kita naik maka semakin sedikit oksigen yang didapat. Ini penyebab utama masalah sepertihypoxia. Tapi dengan naik secara perlahan – lahan, tubuh kita bisa menyesuaikan dengan tipisnya udara, istilahnya adalah ‘aklimatisasi‘. Perubahan fisiologis dalam respirasi, sirkulasi, darah dan lapisan tubuh meningkatkan pengiriman oksigen dalam tubuh sehingga tubuh lebih mampu mengatasi masalah kurangnya oksigen. Aklimatisasi sendiri tergantung kepada kecepatan mendaki, tingkat stress dan fisiologis individual. Kemampuan individu beraklimatisasi berbeda – beda, ada yang cepat menyesuaikan diri, ada yang lama, bahkan ada yang tidak bisa sama sekali. Orang yang biasa tinggal di ketinggian cenderung lebih mudah beraklimatisasi, contohnya para sherpa di Himalaya.

RESPIRATORY CHANGES

Saat naik, kecepatan bernafas kita akan bertambah pula. Ini bisa dimulai sejak ketinggian 1500 M. Istilahnya adalah Hypoxic Ventilatory Response ( HVR ). HVR bervariasi dalam tiap orang dan dipengaruhi oleh stimulan ( misalnya kafein dan coca), serta depresan ( misalnya alkohol dan antihistamin ). Kebugaran fisik tampak tidak berpengaruh terhadap HVR. Tingkat HVR yang baik akan meningkatkan aklimatisasi, HVR yang jelek akan memudahkan terkena penyakit ketinggian. Karena kecepatan nafas bertambah, semakin banyak oksigen yang dihirup. Tapi kita juga akan semakin banyak mengeluarkan karbon dioksida sehingga terjadi perubahan kimiawi dalam tubuh. Dalam waktu 24 sampai 48 jam, ginjal berusaha menyelaraskan dengan perubahan kimiawi tersebut dengan mengeluarkan bikarbonat ( artinya kita akan semakin banyak buang air kecil selama aklimatisasi ). Proses ini bisa dipercepat kalau memakan obat bernama Acetazolimide / Diamox.

CIRCULATORY CHANGES

Ketinggian akan membuat tubuh stress. Sebagai respon, hormon stress akan dilepaskan ke dalam darah. Akibatnya muncul peningkatan ringan pada tekanan darah dan detak jantung. Semakin lama di ketinggian, detak jantung kembali ke tingkat normal. Tapi detak jantung maksimum tetap akan menurun. Volume plasma darah juga menurun karena banyaknya kita buang air kecil. Penurunan ini bisa mencapai angka 15 % dalam tiga hari pertama aklimatisasi. Jadi sangat penting untuk minum banyak air sehingga tidak terjadi dehidrasi. Pulmonary vessel juga akan menyempit selama berada di ketinggian. Dampaknya terjadi tekanan pada arteri pulmonary dan menjadi satu faktor timbulnya penyakit pulmonary edema ( cairan bocor ke paru – paru ).

BLOOD CHANGES

Erythropoietin / EPO mendorong sumsum tulang menghasilkan lebih banyak sel darah merah ( yang tugasnya membawa oksigen ). Hormon ini dihasilkan oleh ginjal kalau terjadi level oksigen yang rendah. Dalam 4 – 5 hari, sel darah merah yang baru itu masuk ke sirkulasi. Setelah beberapa minggu di ketinggian, tubuh terus memproduksi sel darah merah untuk membawa oksigen dari paru – paru ke lapisan tubuh yang memerlukan. Darah ini juga mengalami perubahan kimiawi supaya oksigennya tetap menetap di paru – paru. Ini mendorong saturasi oksigen atau jumlah oksigen yang dibawa tiap sel darah merah semakin meningkat.

TISSUE CHANGES

Untuk meningkatkan pengiriman oksigen, tubuh meningkatkan jumlah saluran darah / kapiler di dalam otot. Ukuran otot ini juga kian mengecil sehingga jarak yang ditempuh oksigen ke otot semakin berkurang.

SLEEP CHANGES

Sudah biasa kalau kita sulit tidur jika berada di ketinggian. Biasanya pernafasan dikontrol oleh tingkat karbon dioksida dalam darah. Kalau tingkatnya naik, otak menyuruh kita bernafas. Kalau tingkat oksigen menurun, otak juga menyuruh kita bernafas. Saat kita bernafas dengan cepat di ketinggian, semakin banyak karbon dioksida yang dihembuskan – otak merasakan tingkat yang rendah – kita berhenti bernafas. Saat oksigen menurun dari tidak adanya nafas itu, otak menyuruh kita kembali bernafas sehingga kita bernafas dan menghembuskan lagi karbon dioksida. Jadilah seperti satu lingkaran yang tak berujung. Fase tak bernafas tadi bisa mencapai 30 detik atau lebih. Istilahnya periodic breathing dan umum terjadi selama aklimatisasi. Ini tentu bisa mengganggu pola tidur yang normal. Mungkin kita pernah tiba – tiba bangun karena merasa tercekik dan perlu sekali bernafas lagi. Saat aklimatisasi berlanjut, fenomena ini akan berkurang tapi tidak akan menghilang sepenuhnya. Obat Acetazolimide / Diamox bisa menurunkan periodic breathing dan sering dipakai membantu untuk bisa tidur selama aklimatisasi.

DETERIORATION

Ketinggian 5800 M merupakan batas habitasi jangka panjang yang normal. Masalah di sana banyak, turunnya berat badan, rasa cepat ngantuk / lemas, susah tidur. Semakin tinggi, penurunan – penurunan tadi semakin banyak terjadi. Di atas 8000 M ( alias the Death Zone ), penurunan terjadi secara cepat sampai kematian bisa terjadi secara tiba – tiba. Tak heran jika pendaki Everest kebanyakan memakai suplai oksigen. Masalah turunnya berat badan adalah persoalan yang serius. Penyebabnya ada dua, turunnya selera makan dan susahnya menyerap nutrisi makanan. Selera makan ini turun sesuai ketinggian, makin tinggi makin turun selera makan kita. Tubuh kita saat itu juga cuma menyerap setengah dari lemak makanan serta tiga perempat karbohidrat dari kebiasaan normalnya. Jika naik Everest, tak jarang pendakinya turun berat badan sampai 10 persen !

HIGH ALTITUDE ILLNESS

Terlalu cepat sampai di ketinggian, tanpa usaha aklimatisasi, bisa menyebabkan sakit yang gawat. Munculnya bisa terjadi hanya dalam beberapa hari saja. Pencegahan ditambah turun secara perlahan – lahan adalah kunci obatnya. Sekarang ini ada yang menyarankan untuk tidak langsung naik dan tidur melebihi ke ketinggian 3000 M. Gunakan 2 sampai 3 malam di ketinggian 3000 M, terus usahakan bermalam untuk aklimatisasi tiap 600 M sampai 900 M. Hindari naik secara tiba – tiba melebihi 600 M. Artinya kita bisa naik sampai satu ketinggian, untuk tidurnya kita turun lagi ke tempat yang sedikit lebih rendah. Latihan olahraga ringan bisa membantu tubuh menyesuaikan diri dengan ketinggian. Tapi ingat, olahraga berlebihan juga bisa menyebabkan sakit. Pendaki Everest biasanya menghabiskan waktu sampai 2 minggu untuk trekking dari Namche ( 3400 M ) ke base camp Everest ( 5300 M ). Tujuannya tidak lain aklimatisasi.

ACUTE MOUNTAIN SICKNESS

AMS ini tergantung kepada ketinggian, kecepatan mendaki, seberapa lama eksposure, exertion dan kebugaran individual. Gawatnya, AMS ini bisa menyebabkan penyakit ketinggian yang lebih parah lagi. Gejala AMS antara lain sakit kepala, pusing – pusing, lelah, hilang selera makan dan rasa mual. Gejala ini muncul biasanya kalau sudah naik lebih dari ketinggian 1000 M, walau kadang terjadi juga di ketinggian yang lebih rendah. AMS perlu dideteksi sejak awal. Paling gampang adalah menghentikan pendakian. Tubuh jadi bisa beraklimatisasi walaupun cara ini bisa makan waktu berhari – hari. Kalau gejalanya terus memburuk, tidak ada cara lain selain turun dari gunung. Acetazolimide / Diamox bisa membantu mempercepat aklimatisasi. Dosisnya yang baik adalah 125 mg, 2 kali sehari. Makan obat biasa / over- the-counter bisa saja, selama kita tidak naik lebih tinggi lagi. Hindari juga konsumsi sedatif misalnya alkohol, antihistamin atau obat tidur.

Pengobatan paling baik adalah turun dari gunung. Turun sampai gejala – gejala tadi menghilang, biasanya sekitar 500 sampai 1000 M. Perawatan lainnya adalah memakai kantong khusus, namanya portable hyperbaric chamber / GAMOW atau PAC bags. Kantong yang bisa ditiup ini mensimulasi langkah turun gunung dengan meningkatkan tekanan udara di dalam kantong.

HIGH ALTITUDE CEREBRAL EDEMA / HACE

HACE ini dasarnya adalah AMS yang lebih ekstrem. Penyebabnya adalah pembengkakan otak. Gejalanya antara lain ataxia ( jalannya seperti orang mabuk ), dan penurunan kesadaran ( mengantuk, rasa bingung, menggigil atau koma ). Sering juga penderitanya merasa pusing kepala dan muntah – muntah. Dari AMS ringan sampai terjadi koma bisa berjarak 12 jam atau lebih. Pengobatannya juga memerlukan pendeteksian dini. Kalau terlihat gejala ataxia dan sebagainya tadi, tidak ada cara lain selain turun dan turun !. Memakai obat seperti Dexamethasone / Decadron, mulai dengan cara oral / injeksi sebanyak 8 mg, lalu ditambah 4 mg tiap enam jam. Bantuan oksigen juga sangat menolong.

sumber: belantara indonesia

Ditulis Oleh : napallima ~ Napallima Blog

Anda sedang membaca sebuah artikel yang berjudul Penyakit ketinggian,, Semoga artikel tersebut diatas bermanfaat untuk anda semuanya.... Mohon maaf apabila penulisan atau konten dari posting yang anda baca sudah rusak atau terjadi kesalahan. Jika ada pertanyaan silahkan tulis pada kotak komentar.

:: Terima Kasih Telah Berkunjung ! ::

0 comments:

Posting Komentar

Terima kasih untuk komentarnya...