Ujian Konservasi di Lahan Basah

menghadapi ujian terberatnya, bagaimana melestarikan fungsi-fungsi ekologis sekaligus mengangkat kesejahteraan nelayan dan petani setempat. Wetland International mengembangkan konservasi bersama masyarakat di lahan basah di Serang.

Fisiologi Tubuh Di Pegunungan

Mendaki gunung adalah perjuangan, perjuangan manusia melawan ketinggian dan segala konsekuensinya. Dengan berubahnya ketinggian tempat, maka kondisi lingkungan pun jelas akan berubah.

Bahaya Tas Plastik Untuk Hutan Indonesia

Tas plastik yang kita dapatkan sehari-hari dari pasar, warung, atau supermarket ternyata bisa berujung panjang, bahkan membahayakan kelestarian hutan kita.

Fungsi Hutan

Hutan merupakan satu ekosistem yang sangat penting di muka bumi ini, dan sangat mempengaruhi proses alam yang berlangsung di bumi kita ini.

Kenapa Harus Hijau??

Apa artinya menjadi Hijau? Apa artinya menjadi aktivis lingkungan atau lingkungan? Mengapa Anda membeli organik?

Dimensi Etika Dalam Berorganisasi

Sebagaimana dikemukakan sebelumnya bahwa etika merupakan cara bergaul atau berperilaku yang baik.

Selasa, 03 Februari 2009

Menhut: 25 Tahun untuk Reboisasi 55 Juta Hektare Hutan Rusak



Jakarta (ANTARA News) - Menteri Kehutanan (Menhut), MS Ka`ban, mengatakan bahwa dibutuhkan waktu sekitar 25 hingga 26 tahun untuk mereboisasi 55 juta hektare (ha) hutan yang rusak di Indonesia dengan dana sekitar Rp440 triliun.

"Dengan demikian dibutuhkan rentang waktu sekitar 25 hingga 26 tahun untuk mereboisasi hutan yang rusak di tanah air," ujarnya didampingi Menteri Lingkungan Hidup (Men LH), Rahmat Witoelar, di Kantor Kepresidenan, usai mengikuti Sidang Kabinet Paripurna, dipimpin Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, di Jakarta, Senin.

Menurut dia, selama tahun 2003-2007, pemerintah telah melakukan penanaman hutan kembali yang gundul sekitar 4 juta ha, dan pada 2008 akan melakukan program penanaman hutan sebanyak dua juta ha dengan menyiapkan sekitar dua miliar batang bibit pohon.

"Konsentrasi reboisasi lahan rusak diutamakan seperti di kawasan hutan lindung, hutan konservasi, dan hutan produksi," ujarnya.

Rebosiasi hutan gundul akan difokuskan di Pulau Jawa, karena tingkat tutupan hutan di wilayah ini hanya mencapai 19 persen. Ini harus ditingkatkan hingga 30 persen.

Untuk mencapai program itu, menurut Ka`ban, pemerintah akan meminta partisipasi pemerintah daerah seperti Gubernur dan Bupati terutama di kawasan yang daerahnya memiliki lahan yang rusak.

"Kita akan melibatkan mitra swasta dan partisipasi masyarakat untuk pengadaan . Yang penting kita menyediakan bibit pohon dalam jumlah sebanyak-banyaknya," ujarnya.

Khusus kawasan hutan produksi, dan hutan tanaman rakyat dan program intensifikasi, rebosiasinya diserahkan kepada pemegang Hak Pengusahaan Hutan (HPH).

Ka`ban juga mengatakan, dengan diserahkannya tanggungjawab mengelola dan memperbaiki hutan produksi itu, maka akan terjadi keseimbangan antara pengelola HPH dengan pemerintah sebagai pemilik lahan.

"Dengan demikian, tidak ada lagi istilah tebang pilih, karena semua memiliki kewajiban yang sama. Jadi kawasan produksi yang mengalami degradasi termasuk daerah hulu dan aliran sungai sungai itu "reforestrasi" dengan anggaran yang disiapkan setiap tahunnya," ujarnya.

Ka`ban menyoroti, akibat penggundulan hutan dengan cara perambahan tidak terencana, pencurian dan perubahan kawasan hutan tanpa izin itu, mengakibatkan jumlah jatah tebangan pemerintah dari tahun ke tahun semakin menurun.

"Saat ini jatah tebangan hutan hanya sekitar 8 juta kubik per tahun, merosot dibanding ketika jumlah tebangan pernah mencapai puncak sekitar 27 juta kubik per tahun," demikian Ka'ban. (*)

COPYRIGHT © 2007 ANTARA

Blog Advertising

Reboisasi Hutan Mangrove sebagai Salah Satu Upaya untuk Mengurangi Global Warming




Oleh I Nengah Subadra*)

Kerusakan hutan tropis yang terjadi di berbagai negara di dunia semakin meningkat dari tahun ke tahun dan bahkan dalam dua atau tiga decade yang akan datang diperkirakan akan mengalami ancaman kepunahan yang disebabkan karena penebangan liar (illegal logging), pengalihan fungsi lahan, eksploitasi hutan yang berlebihan, dan lain-lain. Sehingga pada awal tahun 1990-an para ahli lingkungan dari seluruh dunia mengadakan pertemuan di Rio de Jenero, Brasil yang pada intinya membahas mengenai langkah dan strategi yang harus dilakukan untuk melestarikan alam termasuk juga upaya mengurangi laju kerusakan atau penyelamatan hutan tropis tersebut.

Di Indonesia, laju kerusakan hutan mencapai 2,8 juta hektar per tahun dari total luas hutan yaitu seluas 120 juta hektar yang tersebar di seluruh pelosok Indonesia. Dari total luas hutan tersebut, sekitar 57 sampai 60 juta hektar sudah mengalami degradasi dan kerusakan sehingga sekarang ini Indonesia hanya memiliki hutan yang dalam keadaan baik kira-kira seluas 50% dari total luas yang ada. Kondisi semacam ini apabila tidak disikapi dengan arif dan segera dilakukan upaya-upaya penyelamatan oleh pemerintah dan seluruh warga negara Indonesia maka dalam jangka waktu dua dasawarsa Indonesia akan sudah tidak memiliki hutan lagi (Mangrove Information Center, 2006).

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki hutan mangrove terluas di dunia mencapai 25% dari total luas hutan mangrove di seluruh dunia (18 juta hektar) yaitu seluas 4.5 juta hektar atau sebanyak 3,8 % dari total luas hutan di Indonesia secara keseluruhan. Sedikitnya luas hutan mangrove ini mengakibatkan perhatian Pemerintah Indonesia terhadap hutan mangrove sangat sedikit juga, dibandingkan dengan hutan darat. Kondisi hutan mangrove juga mengalami kerusakan yang hampir sama dengan keadaan hutan-hutan lainnya di Indonesia (Mangrove Information Center, 2006).

Penebangan hutan baik hutan darat maupun hutan mangrove secara berlebihan tidak hanya mengakibatkan berkurangnnya daerah resapan air, abrasi, dan bencana alam seperti erosi dan banjir tetapi juga mengakibatkan hilangnya pusat sirkulasi dan pembentukan gas karbon dioksida (CO2) dan oksigen O2 yang diperlukan manusia untuk kelangsungan hidupnya.
Kebanyakan orang (khususnya para pengusaha yang memperjualbelikan hasil kayu hutan, investor yang mengembangkan usahanya dengan menebang hutan dan digantikan dengan tanaman lainnya seperti kelapa sawit atau menggantinya denganusaha lain seperti tambak, dan oknum pejabat yang mengeluarkan ijin untuk penebangan kayu di hutan) menutup mata dan sama sekali tidak merasa bersalah dan berdosa terhadap bencana-bencana alam yang sudah, sedang dan akan terjadi sehubungan dengan kegiatan yang mereka lakukan. Miskinnya keperdulian dan kesadaran terhadap lingkungan bagi orang-orang tersebut harus ditingkatkan secara khusus di era yang sedang gencar-gencar membicarakan tentang global warming karena model pendidikan lingkungan yang biasanya dilakukan sudah tidak mampu lagi untuk menyadarkan manusia-manusia serakah tersebut yang cendrung mengkorbankan kepentingan orang banyak demi kepentingan pribadi dan keluarganya. Dapat diyakini bahwa orang tersebut memiliki kontribusi yang banyak terhadap global warming yang terjadi sekarang ini sehingga mereka sepantasnya mendapatkan ganjaran yang setimpat atas perbuatannya. Berani dan mampukah aparat penegak hukum di Indonesia untuk menindak tegas para oknum ini demi keselamatan dan keberlangsungan alam serta kepentingan dan kelangsungan hidup manusia di Indonesia dan dunia?

Fakta kerusakan hutan khususnya mangrove dapat dilihat dengan jelas di Bali. Pembabatan hutan mangrove secara besar-besaran mulai dari Desa Pesanggaran sampai dengan Desa Pemogan (perbatasan antara Kota Denpasar dan Kabupaten Badung) yang dilakukan sebelum tahun 1990an yang dilakukan oleh investor yang bergerak dalam bidang usaha tambak udang telah mengakibatkan berkurangnya luas area hutan mangrove secara drastis di wilayah tersebut. Pada awal perkembangannya tambak-tambak udang tersebut memang menguntungkan dan mampu meningkatkan perekonomian masyarakt lokal. Tetapi, setelah beberapa tahun beroperasi, tambak-tambak tersebut mulai mengalami kerugian sehingga mengakibatkan kebangkrutan yang berujung pada penutupan usaha pertambakkan.
Hengkangnya para investor tambak udang tersebut meninggalkan bekas dan luka yang mendalam dan berkepanjangan bagi lingkungan di tempat tersebut sampai sekarang. Pohon mangrovepun tidak bisa tumbuh lagi khususnya ditempat-tempat pemberian makanan udang karena kerasnya bahan kimia yang dipakai untuk membersarkan udang secara instant. Sedangkan investor-investor tersebut sudah menghilang entah kemana?

Menyikapi fenomena tersebut, Pemerintah Indonesia melalui Departemen Kehutanan mengeluarkan beberapa kebijakan (policy) yang diharapkan mampu menyelamatkan kekayaan alam berupa hutan tropis yang tersebar di seluruh penjuru nusantara. Salah satu kebijakannya adalah tentang upaya penyelamatan hutan mangrove yang selanjutnya pada tahun 1992 dibentuk Pusat Informasi Mangrove (Mangrove Information Center).

Mangrove Information Center (MIC) merupakan proyek kerjasama antara Pemerintah Indonesia melalui Proyek Pengembangan Pengelolaan Hutan Mangrove Lestari dan Pemerintah Jepang melalui Lembaga Kerjasama Internasional Pemerintah Jepang melalui Japan International Corporation Agency (JICA).

Proyek kerjasama ini terdiri dari beberapa tahapan. Tahap pertama dimulai pada tahun 1992 dan berakhir tahun 1997. Pada tahapan ini, Pemerintah Jepang mengirim team untuk melakukan identifikasi hal-hal apa saja yang dibutuhkan dan dilakukan. Dari hasil identifikasi ini, dibentukalan team bersama antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Jepang dan selanjutnya sepakat untuk membangun Proyek Pengelolaan Hutan Mangrove Lestari. Proyek ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan mengekplorasi teknik-teknik reboisasi yang bisa dilakukan untuk pemulihan (recovery) kondisi hutan mangrove yang sudah mengalami kerusakan. Teknik yang ditemukan adalah tentang bagaimana cara persemaian bibit dan penanaman mangrove. Selain itu, diterbitkan juga buku panduan penanaman mangrove. Hasil yang dicapai pada tahap ini adalah penentuan model pengelolaan hutan mangrove lestari, penerbitan beberapa buku seperti; buku panduan (guide book) persemaian bibit dan penanaman mangrove, buku-buku yang berkaitan dengan mangrove, dan reboisasi atau penanaman mangrove seluas 253 hektar di kawasan Taman Hutan Raya (TAHURA).

Usaha reboisasi hutan mangrove yang telah dilakukan oleh The Mangrove Information Center memiliki arti yang sangat penting bagi masyarakat di Kota Denpasar dan Kabupaten Badung karena persediaan untuk konsumsi oksigen sudah tersedia di tempat ini dan meningkatkan rasa aman dari bencana tsunami bagi masyarakat yang berdekatan dengan hutan mangrove tersebut. Selain itu, kesadaran dan kepedulian masyarakat terhadap pentingnya pelestarian hutan mangrove semakin meningkat. Ini dibuktikan dengan semakin banyaknya sekolah-sekolah (dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi) dan industri pariwisata dengan secara sukarela untuk ikut serta menanam pohon mangrove di beberapa tempat seperti di kawasan konservasi The Mangrove Information Center dan Pulau Serangan yang bibit-bibit pohon mangrovenya disediakan oleh pihak The Mangrove Information Center. Usaha lain yang dilakukan oleh The Mangrove Information Center untuk meningkatkan kesadaran dan kepedulian masyarakat tentang pentingnya pelestarian lingkungan adalah dengan membuka kegiatan wisata alam (ecotourism) sehingga masyarakat dapat melihat, menikmati dan berinteraksi dengan lingkungan secara langsung di kawasan hutan mangrove tersebut.

*)Penulis, dosen di AKPAR Triatmajaya-Dalung, Alumni PPS Kajian Pariwisata Universitas Udayana.
Blog Advertising

Penghijauan

Laporan Djoko Rushendrayanto - Masyarakat DKI Jakarta turut sukseskan pelestarian lingkungan melalui penanaman sejuta pohon yang dipimpin oleh Menteri Kehutanan.
Bapak Menteri sedang menanam pohon keberuntungan bagi masyarakat Indonesia yang saat ini sedang banyak ditimpa bencana alam. Mudah-mudahan dengan keberhasilan penghijauan sebagai pelestari lingkungan bencana alam khususnya banjir dan tanah longsor dapat ditekan/dikurangi. Disamping kegiatan penghijauan yang dilaksanakan di DKI kegiatan tersebut juga dilaksanakan di Kabupaten Bogor yaitu di Gunung Sindur Sentul. Dimana di daerah tersebut terdapat 85 ha tanah/lahan yang kritis , pelaksanaan penanaman di sentul banyak melibatkan masyarakat sekitarnya dalam penanaman pohon dan diperkirakan sekitar 100 ribu pohon ditanam dilokasi tersebut. Masyarakat berharap dengan penanaman pohon-pohon tersebut nantinya dapat memberikan suasana lingkungan yang lebih nyaman serta dapat terpenuhinya kebutuhan air yang saat ini masyarakat didaerah ini agak kesulitan dalam mendapatkan air bersih.

Saat ini didaerah DKI dan Jawa Barat ini tingkat pencemaran udaranya sudah sangat tinggi sehingga perlu adanya satu kegiatan yang bertujuan untuk menekan atau mengurangi tingkat pencemaran udara salah satunya adalah dengan penanaman pohon sebagai filter untuk menahan debu dan menyaring CO2 yang berasal dari asap kendaraan.

Instansi : Dit. BPS Ditjen RLPS
Alamat : Manggala WB. Jakarta Tlp.5730148